Pembatasan Hak Perseorangan Dalam Pencalonan Kembali Mantan Terpidana Korupsi Menjadi Anggota Legislatif 2024
DOI:
https://doi.org/10.62017/syariah.v1i2.409Abstract
Dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia terjadi suatu problem yaitu maraknya korupsi yang mengakibatkan keresahan dalam masyarakat dan berdampak begitu buruk. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan saat melakukan pemilihan tidak boleh asal memilih agar terhindar dari penyesalan atau kekecewaan. Tidak semua orang memenuhi persyaratan ini, padahal setiap orang mempunyai hak dan kebebasan dalam berpolitik. Sehingga diperlukan adanya batasan dan kriteria saat mencaleg. Maka dari itu, masyarakat atau warga negara harus cerdas dalam memilih pemimpin yang baik dan berintegritas atau memiliki kapasitas yang bertanggungjawab sehingga layak menjadi pemimpin. undang-undang tentang perubahan atas UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum Sesuai dengan tuntutan dan perkembangan politik, maka pemilihan umum harus diselenggarakan dengan standar yang setinggi-tingginya dan partisipasi sebesar-besarnya dari masyarakat atas dasar demokrasi, langsung, umum, bebas. asas yang bersifat rahasia, jujur, adil, dan beradab, serta harus dilakukan lembaga yang tidak memihak dan independen. Metode yang dipakai oleh peneliti yakni metode kualitatif dan metode deskriptif. Adapun hasil penelitian yang didapatkan ialah bahwa mesti terdapat pembatasan hak perseorangan dalam pencalonan kembali mantan terpidana korupsi menjadi anggota legislatif, yakni yang memiliki hak untuk membuat atau mengeluarkan sebuah pembatasan atau regulasi yang melarang mantan terpidana korupsi untuk menjadi caleg ialah KPU. Ketentuan larangan tersebut seharusnya dinilai sangat wajar, sebab korupsi ialah suatu kejahatan luar biasa yang dapat merugikan negara hingga mengekang kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu sudah sepatutnya mantan terpidana korupsi memperoleh sanksi tambahan berupa larangan untuk menjadi calon legislatif. Kewajaran itu berdasar pada pendapat Cicero yang menyatakan “plus exemplo quam pecato nocent”.
Kata kunci: Korupsi, Legislatif, Pemilu,