HUKUM TAWASUL MENURUT MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA

Authors

  • Sintya Ayu Rahmah Universitas Muhammadiyah Surakarta Author
  • Muh. Nur Rochim Maksum Universitas Muhammadiyah Surakarta Author

DOI:

https://doi.org/10.62017/merdeka.v1i6.1887

Keywords:

Al maidah, Perantara, Tawassul

Abstract

Dalam surat Al-Maidah ayat 35 Allah Swt memerintahkan kita untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Swt, diantaranya dengan cara bertawassul. Maksud maksud dari bertawassul adalah meminta kepada Allah Swt melalui perantara atau wasilah agar apa yang dihajatkan dapat terkabul. Tawassul pada umumnya berkaitan dengan meminta pertolongan, adapun secara ‘ubudiyah, tawassul berkaitan erat dengan doa, dimana seseorang yang memiliki hajat kepada Allah Swt dan agar cepat terkabulnya doa maka berdoanya dengan cara bertawassul. Berdoa kepada Allah Swt dengan cara bertawassul adalah semata-mata agar doa maupun hajatnya dapat segera tercapai dengan ridlo Allah Swt. Karena hal ini dilandaskan kepada surat Al-Maidah ayat 35 dan suarat Al-Baqoroh ayat 186 yang pertanda kita terus berdoa kepada Allah Swt dan agar doa kita lebih mustajab maka salah satunya dengan cara bertawassul. Metode penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu memaparkan, menggambarkan tema kajian secara proposional kemudian menginterpretasikan kondisi yang ada dan akhirnya dianalisis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara normatif dan Ushul Fiqh. Pendekatan secara normatif yaitu cara mendekati permasalahan yang diteliti dengan merujuk pada teks-teks nas terkait berdasarkan al-Qur’an, Hadits, Fiqih.

Secara umum cara bertawassul ada tiga macam, yakni bertawassul dengan asma Allah Swt atau kalimah thoyyibah, bertawassul dengan amal sholih sendiri dan bertawassul dengan meminta kepada orang sholih untuk mendoakan agar hajatnya dapat terkabul. Pada masyarakat Islam di Indonesia, dimana terdapat dua organisasi terbesar yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, yang memiliki perbedaan pemahaman tentang tawassul, terutama perbedaan mengenai bertawassul dengan orang sholih. Menurut muhammadiyah, orang berdoa tidak memerlukan perantara atau wasilah, karena berdoa hendaknya langsung kepada Allah Swt, maka muhammadiyah jadi kurang berkenan dengan adanya wasilah apalagi meminta kepada orang yang sudah meninggal. Sedangkan Nahdlatul Ulama sangat mentradisikan amalan tawassul baik kepada orang sholih yang masih hidup maupun kepada orang sholih yang sudah meninggal sekalipun. Dan hal ini merupakan khilafiyah ulama karena masing-masing ulama memiliki pendapat dengan berlandaskan dalil yang kuat.

Downloads

Published

2024-07-14

Issue

Section

Articles

How to Cite

Sintya Ayu Rahmah, & Muh. Nur Rochim Maksum. (2024). HUKUM TAWASUL MENURUT MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA. MERDEKA : Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(6), 103-107. https://doi.org/10.62017/merdeka.v1i6.1887

Similar Articles

11-20 of 664

You may also start an advanced similarity search for this article.

Most read articles by the same author(s)